BAGAIMANAKAH OTAK BEKERJA
Bagaimanakah Otak Bekerja. Otak
kita tidak berfungsi seperti piranti audio atau video tape recorder. Informasi yang
masuk akan secara kontinyu dipertanyakan. Otak kita mengajukan
pertanyaan-pertnyaan seperti ini :
Pernahkah saya mendengar atau melihat informasi ini sebelumnya?Dibagian manakah informasi ini cocok? Apa yang bias saya lakukan terhadapnya?Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang sama yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun lalu?Otak tidak sekedar menerima informasi – ia mengolahnya.
Untuk
mengolah informasi secara efektif, ia akan terbantu dengan melakukan perenungan
semacam itu secara eksternal dan juga internal. Otak kita akan melakukan tugas
proses belajar yang lebih baiik jika kita membahas informasi dengan orang lain
dan jika kita diminta untuk mengajukan pertanyaan tentang itu. Sebagai contoh,
Ruhl, Hughes, dan Schsoss (1987) meminta siswa untuk berdiskusi dengn teman
sebangkunya tentang apa yang dijelaskan leh guru pada beberapa jeda waktu yang
disediakan selama pelajaran berlangsung. Dibandingkan siswa dalam kelas
pembanding yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini mendapat nilai dengan
selisih 2 anggka lebih tinggi.
Akan
lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi itu, dan
dengan demikian kita bias mendapatkan umpan balik tentang seberapa bagus
pemahaman kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika
siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut:
1.
Mengemukakan
kembali informasi dengan kata-kata mereka sendiri.
2.
Memberikan
contohnya.
3.
Mengenalinya
dalam bermacam bentuk dan situasi.
4.
Melihat
kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.
5.
Menggunakannya
dengan beragam cara.
6.
Memprediksikan
sejumlah konsekuensinya.
7.
Menyebutkan
lawan atau kebalikannya.
Dalam
banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan sebuah computer, dan kita adalah
pemakainya. Sebuah computer tentunya perlu di-“on”-kan untuk bias digunakan. Otak
kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, otak kita tidak “on”.
Sebuah computer membutuhkan software yang
tepat untuk menginterpretasikan data yang dimasukan. Otak kita perlu mengaitkan
antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan
dengan cara kita berfikir. Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak
melakukan pengkaitan ini denggan software
pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali
informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu
menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskannya kepada orang lain
untuk dapat menyimpannya dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat
pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.
Apa
yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka sendiri
(betapapun meyakinkan dan tertatanya pemikiran mereka) atau ketika guru terlalu
sering menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang disertai
ungkapan, “begini lho caranya”? menuangkan fakta dan konsep dalam benak siswa
dan menunjukan keterampilan dan prosedur dengan cara yang kelewat menguasai
justru akan menimbulkan keterampilan kesan langsung didalam orak; namun, tanpa
memori fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik dalam waktu
lama maupun sebentar.
Tentu
saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal
yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam. Mempelajari bukanlah menelan
semuanya. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolahnya
atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan serta-merta menuangkan
sesuatu ke dalam benak para siswanya, karena mereka sendirilah yang harus
menata apa yang mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa
peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, memperhatikan, dan
barangkali bahkan mengajarkannya kepada siswa yang lain, proses belajar yang
sesunggunya tidak akan terjadi.
Lebih
lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses belajar berlangsung
secara bergelombang. Belajar memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak
dipelajari, jauh sebelum bias memahaminya. Belajar juga memerlukan kedekatan
dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan atau hafalan. Sebagai contoh,
pelajaran matematika bias diajarkan dengan media yang konkret, melalui
buku-buku latihan, dan dengan mempraktikan dalam kegiatan sehari-hari. Masing-masing
cara dalam menyajikan konsep akan menentukan pemahaman siswa. Yang lebih
penting lagi adalah bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada
peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental ketika kegiatan
belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran tanpa rassa keingintahuan,
tanpa mengajukan pertanyaan, dan tanpa minta terhadap hasilnya (kecuali,
barangkali, nilai yang akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar bersifat
aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah
pertanyaan, membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau mencari cara
untuk mengerjakan tugas.
Semoga Artikel Bagaimanakah Otak Bekerja. ini bermanfaat bagi saudara.... terimakasih
Semoga Artikel Bagaimanakah Otak Bekerja. ini bermanfaat bagi saudara.... terimakasih
0 comments: